50 Persen Pria Beristri Jajan Seks !

BARU-BARU ini, Kementerian Kesehatan RI merilis data bahwa 3,1 juta pria membeli seks. Dan, setengahnya merupakan pria beristri.

"Dari 3,1 juta pria yang membeli seks, sebanyak 50 persennya berstatus single dan sisanya sudah beristri," kata Dr Nafsiah Mboi SpA MPH, Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) melalui telepon selulernya.

Nafsiah menemukan, bermacam hal bisa menjadi penyebabnya.

"Mencari kenikmatan, merasa punya hak untuk mencari kenikmatan di luar rumah, menggunakan narkoba, Viagra, dan obat kuat lain yang kini mudah didapat," imbuh Nafsiah.


Sementara psikolog Ratih Andjayani Ibrahim menimpali, "Unhappiness (dalam pernikahan) pasti, coba-coba, pressure dari lingkungan bahwa kalau tidak 'jajan' jadi anomali di antara teman-temannya, libido besar, macam-macam."

Ditanya bagaimana mencirikan pria yang suka "jajan seks", Nafsiah mengatakan, "Enggak ada tanda-tanda fisik. Ada pria yang di rumah kelihatan baik, eh punya pacar juga, ke tempat pelacuran juga."

Pakai kondom
Kondom menjadi salah satu bentuk pengaman pasangan suami istri dari risiko AIDS. Namun, penggunaannya belum sebanding dengan laju peningkatan kasus AIDS baru.

"Pencegahan AIDS lewat penggunaan kondom hanya sekira 30 persen dari kasus AIDS yang ada, bahkan di beberapa daerah hanya mencapai 10 persen. Kembali, pada akhirnya program pendidikan adalah yang terbaik," tukas Nafsiah.

Tak kalah penting adalah tes darah untuk mengenali tanda-tanda risiko AIDS sejak dini.

"Pastikan Anda dan pasangan melakukan tes darah secara reguler. Karena makin sering berganti pasangan, makin besar potensi AIDS," saran Ratih.

Keterbukaan

Ratih dan Nafsiah sama-sama mengamini bahwa keterbukaan menjadi pondasi kuat dalam keluarga. Keterbukaan bukan sesuatu yang dipaksakan, tapi muncul sebagai hasil dari rasa saling percaya. Mengingat, AIDS adalah isu sensitif karena pengidapnya dihantui ketakutan diperlakukan diskriminatif.

"Dengan rasa percaya, dia akan membuka diri. Masalahnya, kita bisa dipercaya enggak? Balik ke diri kita sendiri karena kepercayaan bukan sesuatu yang dipaksakan. Intinya, dia merasa nyaman dengan kita," tegas Ratih.

Orang yang bisa dipercaya, dipaparkan Ratih, adalah mereka yang memiliki kepribadian matang, sinkron antara ucapan dan perilaku, jujur, capable, dan smart.

Juga, keimanan, seperti dikatakan Nafsiah.

"Bisa dicegah dengan pendidikan agama, terutama ketahanan iman. Walaupun sudah tahu bahwa AIDS itu berbahaya, kalau lemah iman, ya terjerumus juga," ujar Nafsiah.