Oleh Bambang Isti
MATA Ismiyati terus berkaca-kaca. Dipandanginya Bambang Waluyo, suaminya itu dalam-dalam tanpa bisa mengeluarkan sepatah kata pun, kecuali. "Kowe sehat to, pak?" (kamu sehat ya pak?, red) kata Ismiyati sambil memegangi jari-jari suaminya dari balik terali besi di ruang tahanan (transit) Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kamis (14/4) sekitar pukul 9.30.
Bambang Waluyo adalah salah seorang dari 24 terdakwa lain perkara perusakan sejumlah gejera di Temanggung, menyusul ketidakpuasan atas hasil sidang kasus penistaan agama di kota Temanggung 8 Februari 2011 lalu.
Kini Bambang Waluyo, buruh tani asal Kec. Parakan, Kab. Temanggung itu, harus meringkuk di ruang tahanan Polda Jateng, dengan dakwaan terlibat perusakan. Kini ia masih harus menjalani pemeriksaan di pengadilan sampai ada putusan vonis beberapa minggu ke depan.
Tapi itu sama saja dengan penantian panjang Ismiyati, istri Bambang dengan kedua anaknya yang masih bersekolah SD dan TK di Parakan. Kini Bambang terpaksa harus berpisah dengan kedua anaknya yang lucu-lucu itu.
Tak bebas komunikasi.
Untuk pertamakalinya, pihak keluarga terdakwa diperbolehkan mengikuti jalannya persidangan pada Kamis itu, sehingga ada sekitar 30 orang anggota keluarga mememenuhi ruang sidang masing-masing terdakwa.
Mereka lebih banyak wanita yang terdiri dari istri, saudara, ayah, bahkan terdapat 2 orang kepala desa yang merasa prihatin dengan warganya yang menjadi terpidana, lantas ikut mengawal rombongan penjenguk.
Maka ketika mengetahui istrinya datang di PN dan diperbolehkan petugas melepas rasa kangen, Bambang pun ikut menangis. Tapi siang itu, suami istri itu tidak bisa bebas berkomunikasi, karena terhalang jeruji besi. Kesemoatan untuk bertemu juga hanya bisa ketika berlangsung sidang, karena selama ini Bambang berada di tahanan Polda Jateng.
Maka tangan mereka hanya bisa saling remas, saling pandang, dengan beradu kepala. Tak urung, airmata pun basah. Lantas tak jelas lagi apa yang mereka bicarakan berdua.
Airmata yang sama itu pulalah yang membasahi pipi Sri Rahayu, kakak perempuan terdakwa Bambang Waluyo. "Bambang itu adik saya. Saya kasihan, lha wong dia itu tidak ikut apa-apa, cuma diajak teman-temannya menonton sidang. Kasihan dia sekarang kelihatan kurus, saya ndak bisa ngomong apa-apa," kata Sri Rahayu pada CyberNews di kamar tahanan.
Anak sulung.
Suasana haru juga terlihat ketika Sugiyono menjenguk anaknya, terdakwa Aziz. "Saya lihat anak saya lebih kurus dan pucat," kata Sugiyono yang tampak tabah melihat anak sulungnya berada di balik jeruji besi.
Cerita Sugiyono, ayah 3 anak ini, bahwa ia tak mengira Aziz akan ikut sebagai terdakwa. "Waktu kejadian saya ada di luar kota, dan dikabari malam itu, kalau anak saya Aziz dijemput polisi dan baru saat ini saya bertemu di Semarang," kata Sugiyono.
Namun yang membuat sebagian terdakwa sedikit terhibur adalah saat kepala desa mereka ikut menjenguk. Ada 2 kepala kelurahan yakni Budiyanto (lurah Kundisari, Parakan) dan Taufik M. (lurah Kandangan). Maka demi melihat sesepuh desa datang beberapa terdakwa pun lantas berdiri dan segera mencium tangan kedua lurah itu.
Tangis dan lambaian tangan kembali terjadi, ketika para terdakwa digiring petugas menaiki bus dinas Polda Jateng. Mereka harus kembali ke sel masing-masing. Sementara usapan tangan, hanya berlangsung beberapa detik. Dan dari atas bus, salah seorang terdakwa menangis, "Ati-ati yo nduk, jaga bocah-bocah," kata salah seorang terdakwa.
Dan entah apa lagi yang diucapkannya. Tidak jelas. Karena bus mulai melaju, dengan kawalan patroli dengan suara beraung-raung.

