Malam Lebih Berwarna di Hat Yai

image
Mengamen dengan menggunakan anakan gajah di Hatyai (SM CyberNews/Benny Benke)
DI Thailand, sebagaimana para pejalan maklumi, malam terasa berhenti di sana. Tapi di Hat Yai, di kota terbesar ketiga di negeri Gajah Putih yang terletak di Thailand Selatan itu, malam menjadi lebih berwarna karena nuansa Islam dan Budha berdampingan dengan apiknya. Memang, di selatan negeri itu, sebagian besar penduduknya yang beragama Budha dengan sangat baik sekali hidup rukun dengan pemeluk agama Islam.  

Di Hat Yai menjadi pemandangan yang biasa, penjual penganan yang sangat banyak itu, yang didominasi laki-laki berjangggut, dan perempuan berjilbab, melayani pembeli berpakaian super mini dan bertubuh sentosa. Apalagi ketika malam semakin rebah, dan para penghibur mulai berjalan ke tempat kerja. Bisa dipastikan, mereka semua akan menyempatkan membeli barang sekerat dua kerat ayam goreng, dengan bumbu sedemikian rupa-rupa, untuk dibawa ke tempat kerja.
Tempat kerjanya tentu saja Anda tahu: Pub, Cafe, Rumah Disko, dan semarganya yang identik melekat dengan kehidupan malam di berbagai kota besar di Thailand lainnya, seperti Bangkok dan Chiang Mai.
Apa yang membuat begitu rukun kehidupan masyarakat di Hat Yai, yang pada saat-saat tertentu terdengar jelas suara Adzan itu? Karena mereka menempatkan rasa kemanusian di atas segalanya. Demikian dikatakan I, seorang supir van atau travel yang mengaku sebagai penganut Budha yang soleh. Jadi, menjadi pemandangan yang biasa pula, jika di pagi hari, terlihat puluhan pelajar berjilbab dengan ceria dan cueknya melewati pub, bar atau rumah disko, yang semalam baru saja menggelar pesta syahwat hingga dini hari.
Hal itu menjadi maklum, karena di Hat Yai penduduk muslimnya adalah terbesar di bandingkan kota-kota besar lainnya di Thailand.
Hat Yai yang terletak di propinsi Songkhla keadaannya memang jauh lebih aman dibandingkan dengan kota lainnya di Selatan, seperti Phattani yang masih bergelok hingga kini, misalnya. Makanya, roda ekonomi dan terutama pariwisata sangat subur di kota itu. Hal itu menjadi maklum, pada setiap akhir pekan, karena hanya berjarak sepelemparan batu, atau hanya sejauh 50 km dari kota perbatasan Sadao di Thailand and Padang Besar di Kota Bahru, Malaysia. Maka dapat dipastikan puluhan bus dari Malaysia melancong ke kota ini.
Belanja dan Kuliner
Tujuannya bisa ditebak; jika rombongan sekeluarga, maka ibu-ibunya akan berbelanja apa saja di Hat Yai. Yang sangat dikenal sebagai pusat belanja dan kuliner. Sekaligus membangun pameo baru di kalangan para pejalan. Jika orang Singapura lebih suka berbelanja keseharian di Johor Bahru karena murah. Dan orang Kuala Lumpur lebih suka belanja di Penang, maka orang Penang karena bosan dengan kotanya sendiri, lebih gemar menghabiskan uang di Hat Yai.
Yang barang-barangnya, biasanya lungsuran dari Bangkok dan berbagai kota besar lainnya di Thailand. Oleh karenanya, menjadi sangat miring semua harganya, terutama produk garmen di sana. Sedangkan harga-harga kesenangan lainnya, yang berkaitan erat dengan hiburan malam, tentu saja mengikuti harga garmen kemurahannya. Jadi, diam-diam, sudah menjadi rahasia umum di sana, jika ada serombongan orang Malaysia dam kebetulan laki-laki paruh baya semua. Dapat ditebak, mereka akan berbelanja kesenangan laki-laki. Dan berebut tempat dengan para bule, yang memang dari awal berangkat pakansi ingin berwisata seks di Hat Yai.
Sebagai kota bisnis juga, Hat Yai yang merupakan kependekan dari kata "Mahat Yai", atau pohon Mahat yang Besar -sejenis pohon Nangka- sejatinya bernama Khok Sa-Met Choon, sebelum akhirnya malih menjadi Hat Yai, karena sebuah rel kereta api di bangun di desa itu. Makanya, untuk sampai ke kota ini bisa juga di tempuh dengan jalur kereta dari Singapura, Johor Bahru, Kuala Lumpur, Penang hingga Hat Yai. Jika mau meneruskan, tinggal naik ke atas ke arah Bangkok. Bahkan para pengembara sejati, kerap mencoba jalur kereta ini, hingga menuju China, Mongolia, hingga sampai Rusia, dan terus hingga berbagai kota di belahan Eropa Barat.
Jalur kereta klasik dari Singapura hingga London, di Inggris biasa ditempuh dalam waktu enam bulan penuh sampai setahun! Namun, karena kami backpacker pemula, jalurnya cukup sampai Asia Tenggara dulu. Meski sudah menjadi kelaziman, para backpackers dari Indonesia kerap menggelandang dari Singapura hingga China, dan Mongolia. Setelah menyisir Kamboja, dan Vietnam. Sebagian malam mampir sebentar ke Myanmar yang komunis itu.
Dan jika bernarasi tentang Hat Yai, yang ditempuh selama empat jam dengan perjalanan darat dari Penang, Malaysia, seperti berkisah tentang kampung halaman saja. Betapa tidak, hampir semua makanan yang mereka makan sama belaka dengan makanan yang kita santap di rumah kita. Hanya bahasa yang membedakan, tapi itu tidak menjadi kendala utama, karena keramahan orang Thailand pada umumnya, dan Hat Yai pada khususnya berjarak sebenang dengan keramahan orang-orang kita; Indonesia.
Bablas Bangkok
Jadi sangat mudah sekali menggapai Hat Yai, karena bisa berkendara via jalan raya, jalur kereta api, atau pesawat udara. Semua ada dan tersedia. Jalan raya ke arah Hat Yai pun terhubung rapi dengan jalan raya dari arah Malaysia. Demikian sebaliknya. Maka, tidak mengherankan jika banyak turis Malaysia mampir di kota ini, untuk seterusnya melanjutkan pakansi di kota-kota lainnya seperti di Krabi dan Phuket, misalnya. Dari Hat Yai menuju Krabi hanya membutuhkan waktu empat jam, dari Krabi ke Phuket hanya dua setengah jam. Jadi, biasanya, sekalian ke Hat Yai, para pelancong mampir juga ke Krabi dan Phuket. Tidak jarang, yang bablas ke Bangkok.
Tapi, di Hat Yai saja, biasanya mereka sudah cukup terpuaskan, karena sejumlah pasar tradisional di sana, seperti pasar Kim Yong di jalan Supasarn Rungsan, dan pasar Suntisook di Nipat U-tid 1, 2 & 3, yang menjual semua rupa bahan belanjaan, sudah mampu memenuhi kegilaan para shopahollic. Di waktu malam tiba, di sekitar komplek Lee Garden Plaza bahkan menjadi semacam pasar tiban, yang menjadi surga kuliner, dan kehidupan malam yang tak terperikan hiruk pikuknya. Tontonan model apapun yang bertujuan memanjakan syahwat ada semua di sini. Dan semua dilegalkan oleh negara, karena pajak yang disumbangkan mengalir deras dari tempat-tempat itu. Dan penyumbang terbesarnya adalah larisnya jualan pariwisata.
Jadi, sebagai kota besar persinggahan, baik bagi orang Malaysia yang juga kerap menggunakan mobil berplat Malaysia untuk jalan-jalan di berbagai kota lainnya di Thailand. Hat Yai juga menjadi persinggahan orang-orang Thailand yang juga akan berwisata ke Penang, Kuala Lumpur dan Singapura. Jadi, juga mudah menemukan mobil berplat mobil Thailand di Penang dan sekitarnya.
Bahkan bus double decker dengan jurusan Hat Yai ke Singapura via Penang, Kuala Lumpur dan Johor Bahru mudah ditemukan ditemukan di kota ini. Juga di Singapura tentu saja. Hanya saja, tiket di Singapura untuk pergi ke Hat Yai bisa dua kali lipat harganya karena perbedaan nilai mata uang. Makanya, orang lebih suka pergi dulu ke Johor Bahru Malaysia untuk melanjutkan ke Kuala Lumpur, Penang, dan Hat Yai, dan seterusnya ke berbagai kota di Thailand dan sekitarnya.